Rezeki Sudahlah Tertakar

20.36



Ada seseorang. Bekerja mengumpulkan penghasilan. Dengan penghasilannya, ia bangun teras rumahnya dengan material-material yang nikmat dipandang mata, dan juga dengan harga yang tak sedikit. Namun, setiap sore bahkan tiap harinya, ia hanyalah lewat, tanpa pernah menikmati sore di teras rumahnya. Belum sempat ia bercengkrama dengan istri dan anaknya di teras tersebut, sembari memandang pepohonan dari taman yang biayanya juga tak sedikit..

Mungkin karena aktivitas yang segudang, yang membuatnya sampai di rumah saat malam, saat tubuh sangat membutuhkan hak istirahatnya.

Malahan, para pekerja yang mendapatkan amanah tuk membersihkan rumah lah yang sering duduk di sana. Setiap sore, saat perkerjaan sudah selesai. Duduk bercerita, tertawa, dan terkadang saling berbagi keluh kesah. Mendengarkan kicau burung yang singgah tuk berteduh di rindang pepohonan.

Rezeki, begitulah ia. Sudah tertakar kadarnya, sudah terjadwalkan pertemuannya, dan sudah pas porsinya. Namun yang ganjil, adalah saat pemilik rumah masih belum merasakan cukup tentang hartanya. Tanpa pernah melihat sekeliling, pencapaian imannya, sudahkah ia sampai di level yang membuat Rabb nya Ridho..? Juga saat pekerjanya masih saja mengeluh, tentang prasangka ketidakcukupan yang ia alami, prasangka hati yang ia simpan kepada majikannya, bahwa ia tidaklah lebih beruntung dari majikannya..


Arya Poetra
Jakarta, 28 Sya'ban 1439H

0 komentar