Tentang Akal & Hidayah

10.04



Bismillah..

Suatu hari, di saat asik berkutat dengan komputer dan gambar-gambar, di seberang rumah, terlihatlah seekor kucing di hadapan saya. Ia sedang mengendus-endus bau di atap rumah tetangga. Beberapa kali ia berpindah titik sambil mengendus bau, dan akhirnya berhenti di satu titik. Di sana, mulai lah si kucing menggaruk-garuk. Untuk mencari tempat baginya tuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme.

Yang aneh adalah, apa yang ia garuk itu adalah lapisan kain sintesis yang menutupi atap rumah. Bukan pasir ataupun tanah. Kegiatan di depan komputer saya hentikan sejenak. Memperhatikan dengan seksama apa yang kucing tersebut lakukan.

Menggaruk-garuk yang dilakukan kucing itu hanyalah didasarkan pada insting semata. Sudah menjadi sunnatullah, ketika si kucing mencari tempat untuk membuang sisa-sisa metabolismenya, maka ia menggaruk-garuk tempat yang menjadi pilihannya (berdasarkan bau). Semua kegiatan yang si kucing lakukan, hanyalah berdasar kepada insting yang dititipkan Rabb Yang Maha Pemurah kepadanya.

Maka, sudah sepantasnya lah kita bersyukur untuk menjadi manusia.
Tak hanya diberikan insting, diri kita pun dilengkapi dengan nikmat akal. Akal lah yang menjadikan kita makhluk yang berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Akal lah yang menjadi petanda, bahwa Rabb Pemilik Semesta memberikan kita kebebasan tuk menentukan pilihan. Dengan akal, manusia mendapatkan derajat tertinggi tuk mengelola bumiNya. Dengan akal pula, manusia memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik dari dirinya yang kemarin.

Allah tak pernah memaksa hamba-hambanya tuk beribadah. Pun mustahil IA menggiring hamba-hamba yang dicintaiNya menuju pintu-pintu keburukan. Allah telah memaparkan kebaikan-kebaikan yang sebaiknya manusia lakukan, juga telah memberitahukan keburukan-keburukan yang sebaiknya manusia hindari. Lewat kitabNya, juga lewat sunnah Rasulullah Muhammad. Kebaikan dan keburukan, yang masing-masing diikuti dengan janji absolut ganjaranNya.

Akal yang dititipkan kepada kita lah yang menjadi penentu. Apakah kita memilih mulia dengan kebaikan-kebaikan, ataukah jatuh dengan keburukan-keburukan.

Saya percaya, kebaikan itu adalah sesuatu yang secara sadar diusahakan. Seperti kejadian seekor kucing ini, jika akal saya tidak memilih untuk berhenti sejenak dari kegiatan saya dan mengamati, maka tidaklah saya mendapatkan hikmah ini. Kejadian ini bisa saja hanya menjadi kejadian biasa tanpa hikmah.

Sungguh hidayah ataupun pelajaran hidup adalah nikmat yang diberikanNya kepada yang IA kehendaki. HidayahNya, bertebaran begitu banyak di bumi ini. Pertanyaan yang patut kita berikan kepada diri kita, akankah kita secara sadar mencari dan mengusahakan hidayah itu?

*sumber gambar

Arya Poetra
Jakarta, 17 Muharram 1439H

1 komentar