Menulis Ramadhan #13 - Bekerja untuk (si)apa

13.42

Sering kita dapati, keluhan-keluhan yang terlontar dari lisan saudara-saudara kita yang memiliki pekerjaan. Bahwa pendapatan yang mereka terima, tidaklah sebanding dari apa-apa yang telah mereka berikan untuk pekerjaan itu. Sudah melaksanakan tanggung jawab dengan porsi yang besar, namun dibayar hanya sekian. Setidaknya, seperti itulah menurut penilaian mereka.

Di lain waktu, ada yang diberikan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih dari kebanyakan orang. Namun, apa-apa yang diberikannya kepada pekerjaan yang sedang ia geluti tidaklah sebanding dengan apa yang ia terima. Tidak tepat waktu. Bekerja seadaanya, bahkan dibarengi rasa malas.

Lalu pertanyaannya, selama ini bekerja untuk apa? Bekerja untuk siapa?

Dalam Islam, bekerja adalah sebuah wujud ibadah kepada Allah. Pekerjaan akan bernilai ibadah, jika ia dikerjakan atas dasar niat yang benar dan baik. Hanya berharap ridhoNya semata. Bekerja dengan niat agar mampu menafkahi diri sendiri dan tidak membebani siapapun, adalah disukai Allah dan RasulNya. Bekerja dengan sebuah landasan pemikiran, bahwa ia adalah bentuk rasa syukur atas kesempatan yang diberikan Allah, maka itupun adalah hal yang dicintai Allah dan RasulNya.

Dan jika bercermin dari keluhan-keluhan yang seringkali kita dengar, bukankah itu adalah proses bekerja yang dilakoni hanyalah demi penghasilan semata? Demi segenggam dunia yang pada akhirnya akan ditinggalkan? Ataukah demi mendapatkan popularitas semata? Bekerja, hanyalah sebuah rutinitas yang menunggu perputaran waktu, menerima slip penghasilan. Terus berputar seperti itu setiap saat. Menyandarkan harapan kepada deretan angka yang fana.

Mari, melihat menggunakan kacamata iman.

Melihat sebuah pekerjaan dengan kacamata iman, akan membuat diri menempatkan pekerjaan menjadi sebuah jalan untuk mengumpulkan keberkahan. Pekerjaan adalah wujud kasih sayang Rabb Semesta Alam yang menjadikan seseorang tak lagi menjadi beban untuk saudaranya yang lain.


Memaknai pekerjaan dengan pemahaman iman, akan membuat diri melihat bahwa sebuah pekerjaan adalah sebuah kesempatan besar yang disediakan Rabb Yang Maha Kaya. Kesempatan untuk terlibat dengan lebih banyak orang, menjalin ukhuwah, lalu kesempatan untuk menyebarkan kebenaran Islam ke lebih banyak orang. Lewat kata-kata, akhlak perbuatan, juga lewat pemahaman-pemahaman. Ya, bukankah dengan bekerja, kita memiliki kesempatan untuk terhubung dengan lebih banyak orang. Yang pada akhirnya membuat kesempatan untuk membentuk peradaban yang Islami juga semakin besar.

Melihat sebuah pekerjaan dari kacamata iman, akan membuat jiwa tersadar, bahwa upah tertinggi dari sebuah pekerjaan adalah ridho Rabb Yang Maha Penyayang. Deretan angka di atas selembar kertas adalah semata jalan untuk menggapai kasih sayangNya yang lain. Deretan angka yang akan menghadirkan suasana tenang dan damai di hati, jika ia dihabiskan untuk kepentingan-kepentingan sosial, sesuai dengan yang dicontohkan RasulNya. Jika deretan angka tidaklah sesuai dengan yang diharapkan, mari berharap iman akan menuntun tuk tidak berkeluh kesah. Mungkin, kondisi saat ini hanyalah ujian tuk sesuatu lebih besar di depannya. Bekerjalah dengan rasa nikmat. Bekerjalah, dengan keyakinan, bahwa pemilik tempat kita bekerja saat ini sejatinya adalah Allah Yang Maha Memiliki, meskipun wujud fisiknya hanyalah manusia. Apakah pemimpinmu adalah muslim atau bukan, tetaplah bekerja dengan semata-mata mengharap ridho Allah. Jika pun apa yang didapat tidaklah sesuai dengan yang diharapkan, bukankah itu juga adalah rezeki? Kita menjadi tahu langkah apa yang harus dipersiapkan dan dilakukan, untuk menuju sesuatu yang lebih pantas.

Hari ini, masihkah mengeluh soal pekerjaan yang sedang digeluti? Maka ingatlah bagaimana cara Rasulullah dan sahabat beliau bekerja. Petiklah hikmah dari bagaimana mereka memaknai pekerjaan. Siapa tahu, sibukmu hari ini, adalah cara Allah melibatkanmu dalam rencana-rencanaNya. Rencana tuk membuat sauradamu yang lain menikmati kebahagiaan. Siapa tahu, lelahmu hari ini, adalah cara Allah untuk melibatkanmu dalam sesuatu yang lebih mulia. Memastikan hak yatim untuk sampai tepat waktu umpamanya. Ataukah siapa tahu, saat ini engkau sedang ditempatkan dalam sebuah rencanaNya, tuk menjadi perantara hidayah kepada orang lain.

Dirimu, bekerja karena Allah bukan?

arya.poetra
Makassar, 29 Ramadhan 1438H

0 komentar