Mungkin jika kepada sesama. Namun ingatlah. Engkau takkan pernah bisa menyembunyikan rasa sombong dari Allah. IA takkan pernah menerima rasa itu, sekecil apapun. Rendahkanlah hatimu.
Menjatuhkan rasa percaya itu memang sulit. Ia membutuhkan ikrar yang terukir secara nyata. Mungkin ia kan datang terlambat. Jangan mempertanyakan. Syukurilah, bila kemudian ia menjadi penghuni.
Jakarta, Rumah Kata
Karena sungguh, aku adalah kumpulan rasa yang terkadang tak tahu bagaimana bernyanyi dengan suara. Di sini, dalam belantara kata yang terkadang tak terdefinisikan bagimu, semoga dapat engkau temukan tiap detail rasa yang dengan riang berlarian. Menujumu.
Karena sungguh, di belantara kata aku dapat memelukmu lebih lama, tanpa pernah membuatmu tersakiti.
Karena sungguh, di belantara kata aku dapat mengekalkan senyumanmu. Pun membersamai kesedihan-kesedihanmu.
Karena sungguh, di belantara kata aku dapat meramu rasa. Agar tiap cerita dan pertemuan mampu meninggalkan rona.
Namun bahagia, bisa juga sesederhana kita yang bercerita tanpa kata-kata.
Bukankah begitu?
Makassar, di Belantara Kata
Duduklah sejenak.
Mungkin IA sedang merindumu tanpa engkau tahu.
Mungkin sudah terlalu lama engkau diamkan rinduNya, padamu.
Bercakap seadanya, tanpa rasa manis, tanpa menyertakan hati.
Bertamu seperlunya, ketika langit ingin kau gores dengan tinta harapmu.
Saat yang lain menjauhimu, IA dengan sabar mendengarkan keluhmu.
Saat dunia menghimpitmu, mungkin engkau lupa mengirimiNya pesan rindu.
Kembalilah,
padaNya yang memiliki semua keniscayaan.
Termasuk tuk mencintaimu dengan cara yang paling luar biasa.
Makassar, Rumah Cahaya
Siang tadi sedikit berhias kelabu. Langit delapan juli hanya membiarkan sedikit sinar mentari menghangatkan bumi. Di kejauhan, adzan berkumandang begitu syahdu. Memanggil riang pada jiwa-jiwa yang merindu. Pertanda, bahwa pertemuan akbar mingguan akan segera dipandu. Jiwa-jiwa pun menyahut, menjawab dengan berbagai rupa. Ada yang melangkah dengan santai, ada pula yang tertatih. Ada yang menyambut dengan suka, pun ada yang menyambut dengan tak peduli. Ada yang tersenyum, ada yang mengumpat.
Kepada engkau yang tak peduli, apakah bagimu caraNya terlalu lama?
Padahal, IA hanya sedang ingin menguji rasa percaya.
Kepada engkau yang enggan, apakah bagimu engkau sudah menggenggam kuasa?
Padahal, IA hanya sedang ingin menguji logika.
Kepada engkau yang menggerutu, apakah menyenangkan bagimu tuk tetap dalam keluh?
Padahal, IA hanya ingin engkau mengalah, tuk lebih berserah.
Dan kepada engkau dengan Cinta yang masih mengental,
tetaplah percaya. Pada IA Penggenggam Hari Esok.
IA takkan pernah membuatmu jatuh terperosok.
Makassar, menyambut Adzan Jumat
*tulisan yang terinspirasi kala perjalanan tuk menyambut shalat Jumat. Melihat seseorang yang berjalan tertatih menyambut kumandang adzan. Karena kondisi kaki yang tak sempurna. Terlihat Cinta nya begitu kental.
Lalu, bagaimana aku dan kamu?