Peluang Bersedekah atau Terjebak Amarah
22.14
Sekeliling kita sungguh merupakan sebuah ladang bagi kita untuk mengambil pembelajaran pun sebagai inspirasi untuk memberikan manfaat. Salah satu yang bisa dijadikan sebagai bahan untuk mengambil pembelajaran tersebut adalah kondisi jalan raya. Ada satu hal menarik yang bisa dijadikan pelajaran dari kondisi lalu lintas ibukota negara ini. Ya, ini tentang Jakarta. Kota dengan jumlah penduduk yang meningkat setiap tahunnya. Hingga menjadi salah satu alasan mengapa jumlah kendaraan bermotor di kota ini pun ikut meningkat (1).
Jakarta adalah kota yang keras. Begitu kata kebanyakan orang, dan saya setuju dengan pernyataan itu. Akan kita jumpai kakek/nenek yang harus berdiri di dalam bus ataupun kereta hanya karena mereka yang lebih muda tidak rela untuk memberikan tempat duduknya. Para pejalan kaki sangat kesulitan untuk mendapat ruang ketika menyeberang jalan, karena ada pengendara yang tidak mau memberikan kesempatan. Pun akan sering kita jumpai anak-anak kecil yang tak lagi menikmati masa bermainnya karena harus membantu keluarga mereka mencari nafkah untuk bertahan dalam himpitan kesulitan-kesulitan hidup di kota ini.
Ya, kesulitan hidup dan kerasnya perjuangan. Mungkin inilah yang membentuk karakter sebagian besar warga kota. Amarah tak terkendali menjadi kebiasaan. Pun keegoisan akan sangat mudah dijumpai. Jalan raya menjadi ruang yang paling gampang untuk mengintip semua itu. Pengemudi saling beradu kecepatan, dan seringkali tak mempedulikan keselamatan pengguna jalan yang lain. Jarak sejengkal menjadi sesuatu yang diperebutkan, dan tak jarang menimbulkan pertengkaran.
Namun, sungguh semua yang ada tercipta dengan membawa hukum keseimbangan. Di balik semua hal yang negatif, masih terdapat hal-hal yang membuat kita tersenyum dan melantunkan kesyukuran.
Salah satunya, yang menarik perhatian, adalah ketika ada pengendara yang melambatkan laju kendaraannya. Memberi kesempatan pada kendaraan di depannya untuk berbelok ataupun memundurkan kendaraan. Yang diberi kesempatan pun tersenyum, sembari melambaikan tangan ataupun memberikan jempol sebagai ekspresi terima kasih.
Pikirku, bukankah hal tersebut bisa dikategorikan sebagai bersedekah? Bukan dengan harta memang, namun sebuah kesempatan. Dan bukankah telah disebutkan bahwa setiap kebaikan itu adalah sedekah? (2). Sebagai seorang muslim, bukankah seharusnya kita melihat dan menangkap semua peluang yang dapat dijadikan sebagai sarana beribadah? Bukankah dunia ini adalah semacam tempat bagi kita untuk menabung bekal, mengambil persediaan yang dibutuhkan untuk perjalanan selanjutnya? Jadi, tak ada alasan untuk terjebak dalam hal yang tak bermanfaat.
Sebuah kota memang sebuah ruang yang berisi manusia-manusia multi-kultur. Perbedaan-perbedaan yang ada memiliki kesempatan untuk menjadi sebuah benturan. Namun, seorang muslim akan menghindari sebuah perselisihan tak bermanfaat bukan? Hal-hal di sekelilingnya akan dilihatnya menggunakan kacamata akhirat.
Dalam segala hiruk pikuk yang ada dijalan raya, manakah yang engkau pilih?
Terjebak dalam amarah yang tak bermanfaat, ataukah kesempatan bersedekah dan membuat orang lain merasa bahagia?
Pilihan ada padamu.
Tangerang, 11.06.2015
Sumber referensi:
(2). "Setiap kebaikan adalah sedekah" (Hadis Riwayat Bukhari)
2 komentar
kesempatan bersedekah dan membuat orang lain merasa bahagia, itu pilihanku..:)
BalasHapusnice post !
setuju sekali mba. kita memiliki banyak pilihan untuk menyikapi apa pun kondisi yang kita hadapi. namun seorang muslim yang baik, seharusnya memilih hal-hal yang baik sekali pun kondisi yang kita hadapi buruk.
BalasHapus