Review Buku - Lakon, Fragmentaris

17.47


Baru kali ini aku menulis, untuk mengomentari apa-apa yang telah dipaparkan oleh sebuah buku. Tulisan kali ini kubuat karena aku begitu suka akan buku ini. Aku begitu terpesona oleh soul yang mendasari terciptanya buku ini. Selain itu, merupakan sebuah janji yang telah kubuat dengan si penulis, kak Mugniar. Kuharap, ulasanku kali ini mampu menyampaikan hal-hal yang kupahami dari buku ini, sama dengan apa yang dipahami dan coba disampaikan oleh penulisnya sendiri. Selain itu, semoga dengan ulasan ini, makin banyak yang tertarik untuk membeli bukumu, kak Mugniar. Hehehe..

Harus ku akui, aku begitu suka akan kisah yang berhubungan dengan keluarga dan anak-anak. Aku selalu mampu dibuat tersenyum, dibuat kagum, atau bahkan haru oleh kisah-kisah kekeluargaan. Banyak hal yang mampu dipetik, dijadikan bahan pembelajaran. Karena pada akhirnya kita akan membangun kerajaan keluarga kita sendiri bukan? Keluarga, menurutku ia lah yang menjadi dasar pijakan akan karakter diri kita saat ini. Keluargalah, tempat dimana kita pertama kali belajar tentang dunia yang asing ini. Keluargalah, tempat dimana kita memahami akan arti berbagi, atau bahkan menyakiti...

Awalnya aku sangat suka dengan cover buku ini. Memperlihatkan ibu yang dengan penuh sabar menghadapi anak-anaknya. Meski terlihat sedikit cuek, namun seperti memendam senyum dan kasih akan tingkah mereka.  Anak-anaknya terlihat begitu riang. Meski sedikit memperlihatkan ekspresi jahil. Di bagian yang lain, ada sang suami yang mengintip heran, akan apa yang sedang terjadi. Sungguh suatu pemandangan yang menenteramkan menurutku. Memperlihatkan, begitu banyak rasa, soul, yang melingkupi mereka. Ditambah, bahwa buku ini dihasilkan oleh seorang blogger yang satu kota denganku. Ada rasa bangga di hati, meski buku itu bukan hasil kerja kerasku...

Buku ini, adalah kumpulan kisah-kisah nyata yang ditulis kak Mugniar di blognya. Kisah-kisah akan kejadian sehari-hari bersama anak-anak, suami, serta ayah dan ibu beliau. Kisah-kisah yang menggugah, menggelitik, menyentil, bahkan menuntut kita untuk menjadi lebih bijak. Bijak, dalam memaknai apa sebenarnya berkeluarga itu. Bagaimana kita mengemban amanahNYA lewat anak-anak yang IA tititipkan untuk kita. Bagaimana seharusnya kita bersikap sebagai orangtua... Sungguh, menulis bagian ini pun masih meninggalkan kesan begitu mendalam untukku. Sudah sebulan lebih aku khatam membacanya, namun masih mampu membuat hatiku haru akan proses pembelajaran yang kak Mugniar jalani, menanggapi perannya sebagai ibu...

Sedikit keluar dari jalur pembahasan, ku ingin mengajak pembaca untuk mempelajari dan menganalisa realita-realita yang sedang terjadi di sekitar kita, terkait permasalahan kekeluargaan. Lewat layar kaca, bisa kita saksikan, tidak sedikit berita yang menyebutkan bahwa banyak orangtua yang tega untuk berbuat kasar kepada anak-anaknya. Kekerasan, menjadi bagian perjalanan mereka dalam mendidik. Bahkan, untuk sebuah celoteh anak-anak mereka pun, haruskah ditanggapi dengan emosi yang berlebih? Lalu, apakah yang sedang terjadi dengan mereka? Kepada kita yang berkeluarga saat ini, apa kita termasuk ke dalam orang-orang seperti mereka? Mengacuhkan amanah yang tertitip olehNYA...

Melahirkan memang otomatis menjadikan kita seorang ibu.
Namun, memaknai peran ibu bukanlah sesuatu yang terjadi secara otomatis.
Memaknai peran ibu berarti mendobrak dinding ego,
memudahkan kata maaf meluncur dari bibir.
Merelakan banyak waktu untuk mereka,
dan bersedia untuk terus belajar,
bahkan menekuni buku pelajaran mereka.

Tujuh baris untaian kata-kata di atas adalah awal pembuka buku ini, dan diberi judul "Mendobrak Ego". Sungguh kata-kata yang mengharukan bukan? Kata-kata yang menurutku tidak akan tercipta tanpa proses pembelajaran yang panjang dan tak kenal menyerah. Kata-kata yang sungguh tercipta dari hati paling dalam seorang kak Mugniar, sang ibu...

Orangtua, adalah gelar baru yang akan kita sandang ketika kita sudah menikah dan memiliki anak kelak. Suatu proses selanjutnya dari hidup kita yang berlabel "remaja", dengan segala bentuk emosi yang meletup-letup yang menjadi ciri khasnya. Namun, menanggalkan emosi yang meletup-letup itu, menggantinya dengan rasa bijak, sudah siapkah kita?

Ada hal yang menarik perhatianku akan buku ini. Keseluruhan kisah dalam buku ini dikelompokkan dalam tiga bab saja. Bab pertama dengan judul "Mendobrak Ego", bab kedua dengan judul "Celoteh-Celoteh", dan bab ketiga dengan judul "Oase" (bagian biodata tidak saya hitung ya kak. Hehe..). Sampai di sini, apakah pembaca sudah menemukan polanya?

Bab pertama, berisi 9 cerita yang menurutku memiliki satu persamaan. Persamaan yang kalau boleh kupadatkan menjadi satu kata, "PEMBELAJARAN". Terukir di sana kisah-kisah akan seorang kak Mugniar yang sedang menjadi pembelajar akan salah satu pelajaran kehidupan ini, "keluarga". Akan pembaca dapati haru, perjuangan, senyum, kritikan, serta pendapat penulis akan hidup berkeluarga dengan segala pembelajarannya.

Bab kedua, berisi 22 cerita yang juga menurutku memiliki satu persamaan, yang kalau boleh kupadatkan menjadi satu kata, "HASIL". Di bab kedua ini, akan pembaca dapati celoteh-celoteh dari ketiga anak beliau, Affiq, Athifah, dan Afyad. Celoteh-celoteh yang mau tak mau akan mengukir senyum di wajah pembaca. Celoteh-celoteh dari anak-anak yang beliau yang sedikit jahil, kritis, dan juga cerdas menurutku. Dijamin seru.

Bab ketiga, berisi 6 cerita yang lagi-lagi memiliki satu persamaaan yang kalau boleh kupadatkan menjadi "INSPIRASI". Di bab ketiga ini, akan pembaca dapati kisah-kisah dari sumber lain yang menjadi inspirasi kak Mugniar dalam menjalani perannya sebagai orangtua. Bab yang memperlihatkan, betapa pentingnya sebuah pembelajaran, tidak memandang berapapun usia kita, bahkan kepada siapapun kita memetik makna...

Sampai di sini, pembaca  sudah mengerti polanya bukan?
Ya. Tiga bab yang telah saya paparkan di atas mewakili kehidupan berkeluarga itu sendiri. Awalnya mungkin akan terlihat merepotkan. Meguras tenaga serta emosi. Namun, ketika kita mampu memahami peran orangtua itu sendiri, sebagai bagian dari ibadah kepadNYA, maka kita akan memetik manisnya di kemudian hari. Celoteh-celoteh buah hati kita, seakan mampu menjadi manis dalam setiap pahit yang kita dapati dalam kehidupan ini. Menemani, menenangkan, untuk kembali memompa semangat. Lalu, setelah semuanya, akan mampu menimbulkan inspirasi, untuk diri kita sendiri, untuk keluarga kita, bahkan pada orang-orang yang menyaksikan, termasuk diriku yang telah banyak mendapat pelajaran dari kisah keluarga ini.

Aku ingin memuji dirimu kak Mugniar. Bukan untuk memamerkan kepada pembaca yang kebetulan singgah dan membaca tulisanku ini bahwa engkau adalah sosok sempurna dalam keluargamu. Bukan itu. Aku sangat memujimu untuk pembelajaran yang terus engkau lakukan bagi diri dan keluargamu. Aku sangat memujimu yang tak menutupi kekuranganmu sebagai manusia biasa, lewat apa adanya dirimu, yang engkau tuangkan dalam bukumu ini. Pernah ada emosi..., pernah ada rasa jengkel..., namun pada akhirnya kembali pada kemauan kita untuk terus menjadi lebih baik. Belajar dari salah hari ini, untuk sebentuk makna esok hari. Makna yang terselip harap mampu mengubah kita menjadi sosok yang lebih baik lagi...

Terakhir, kepada pembaca yang kebetulan singgah di sini. Terlepas pada status kalian yang sudah berkeluarga maupun belum, ketika kalian mencari satu sumber bacaan yang membahas tentang keluarga, aku sangat merekomendasikan kalian memiliki buku ini. Buku yang Insya Allah bermanfaat, karena ditulis dari hari seorang ibu yang senantiasa belajar. Aku sudah memilikinya. Tidakkah kalian ingin memilikinya juga? :)

Dan setelah membaca buku ini, terhatur doa untuk Yang Maha Kuasa, semoga dirimu, suami, anak-anakmu, serta ayah dan ibumu  termasuk dalam lingkaran orang-orang yang dirahmati olehNYA, Amin.

7 komentar

  1. well..
    nampaknya saya harus juga berbincang dengan yang empunya buku di atas. .:)

    BalasHapus
  2. Selain ingin berbincang dengan yang punya buku, juga ingin beli bukunya :)
    Sukses selalu buat mbak Niar ^^

    BalasHapus
  3. oh jadi harspunya bukunya baru akubisa baca hemm.. bukunya di toko ada gayah?apa pesan Online? jejje
    harganya brpa kang?

    aamiin utk kalimat penutupnya.

    BalasHapus
  4. k' niar, blogger dan penulis yg produktif (ehem... saya salah satu fansx). Buku Lakon Fragmentasi adalah sebuah bukti konsistensix dalam menulis dan ngeblog...
    Sukses slalu buat k' niar...

    BalasHapus
  5. Masya Allah, Arya. Saya terharu membacanya, sekaligus malu. Saya malu karena merasa susah bersabara, tapi saya berusaha untuk bersabar kalau menyadari saya sudah tidak bersabar. Saya berusaha untuk terus belajar meski sering sekali lengah dan lalai, tapi begitu tersadar, saya berusaha kembali belajar. Karena sejatinya manusia tak boleh berhenti belajar hingga ajal menjemput. Terimakasih banyak atas reviewnya yang sangat menyentuh. Terimakasih atas apresiasinya.

    Membaca review ini, saya yakin Arya adalah seorang pembelajar. Tak banyak orang, apalagi laki2 yang peduli dengan kisah2 ttg keluarga dan mau belajar darinya karena sangat menyadari kelak ia akan membangun keluarganya sendiri dan perlu belajar dari sekitarnya termasuk dari orang2 yang sudah berkeluarga.

    Tetaplah menjadi pembelajar ^__^

    BalasHapus
  6. Huaah mbak niar tetep keren deh walaupun anak 3 tetep rajin nulis dan ngeblog, semoga dengna nama yang sama2 niar bisa menular tulisannya yang bagus yaa :D

    Salam kenal mas arya :D

    BalasHapus
  7. wow, ada nama Bunda Mugniar di sini.. ;) jadi mengenal lebih dekaat

    BalasHapus