Relativitas Kehidupan

00.26

Ada kalanya, dalam perjalanan menggapai mimpi, kita terhenti sejenak pada suatu titik.
Titik dimana badai kejenuhan mencoba menerpa.
Titik dimana sebuah atau beberapa tanya, berusaha merusak tatanan. #Chaos...
Membayangi, bak siluman. Yang menunggu, mencoba menerkam manakala kelengahan adalah abu-abu yang mencoba menarik perhatian. Dunia hitam dan putih yang selama ini dipercaya, menjadi terguncang karena sebuah relativitas..

Terdiam, mungkin bingung.. Mungkin takut! #Paradoks logika...
Lalu, pertanyaannya, berapa lama harus tenggelam di sana??

Beratkah engkau rasa? Tentu..!
Bukan hidup namanya jika alur ceritanya bak jalan tol, yang katanya bebas hambatan (namun, bukankah sesekali pasti ada perlambatan di sana?). Bukan hidup namanya, jika kita tak pernah mencoba mencari ujung dari gulungan benang yang kusut.. Bukanlah hidup namanya, tanpa ada kerikil yang mencoba menjatuhkan. Tiada awal tanpa akhir, begitu pula tidak ada sebab tanpa akibat. Feedback atas diri, mutlak dilakukan. Layaknya sebuah arus AC yang berjalan-jalan pada sebuah ekosistem kelistrikan, pada akhirnya akan menimbulkan sebuah daya bukan? Kekuatan sekian Newton, kadang Joule, yang kemudian melahirkan level iluminasi yang mampu menerangi gelap. Daya yang kemudian memberikan inspirasi, bahwa gelap dan terang mampu bekerja sama menghadirkan warna-warni yang indah, layaknya pixel sebuah kotak bernama televisi.
Mungkin, kita masih di sini.
Mungkin, ujung perjalanan menggapai mimpi itu belum terlihat.
Namun, yakinlah telah berjalan mendekat. Lebih dekat daripada perjalanan sebelumnya.
Mari bersahabat dengan hitam dan putih, juga abu-abu..

Setelah mimpi itu tercapai, akankah dirimu puas begitu saja? Ataukah dirimu kan tertantang untuk terus mencapai mimpi-mimpimu yang lain? Lalu, sebuah tanya meruang, apakah hidup hanya tentang materi? Mengutip kata-kata Avianti Armand dalam bukunya Arsitektur Yang Lain; "Dalam hidup yang cuma sebentar, membangun sesuatu yang abadi, dengan material yang bertahan selamanya, lalu menjadi tanda tanda tanya besar. UNTUK APA? Keabadian itu seolah jaminan kepemilikan yang takkan berakhir, tapi juga monumen untuk sebuah kealpaan dan kefanaan kita".

Semoga, dalam mimpi kita, mampu kita selipkan rasa di sana. Mampu kita selipkan kepedulian, senyum, dan berjuta material metafisik yang lain di dalamnya. Sekadar untuk membangun kekuatan, tuk menghadapi relativitas kehidupan.

Idealiskah?
Tak tahu. Diri hanya mencoba mempertahankan apa yang telah diyakini.
Idealis, bukan wujud kesempurnaan tentu. Bukan pula wujud nafsu tuk ingin menjadi sempurna. Hanya ingin menempatkan sesuatu sesuai hierarkinya, dengan kadar kemampuan yang terbatas, tuk menggapai hasil yang maksimal.



2 komentar