Saat ini dan Nanti

06.45


Terik. Panas. Menyengat. Dahaga.
Sekarang. Saat matahari masih ratusan kilometer dari pijak kita saat ini.
Di ikuti keluh kesah dari bibir pemberian ini..

Tidak kah kita berhenti sejenak, membayangkan bagaimana nanti?
Saat ia sejengkal di atas kepala.
Masihkah kita bisa untuk mengeluh?
Bahkan kiranya, adakah tempat berteduh di sana?

Sejauh berlari, takkan ada tempat berteduh.
Hanya hamparan ruang yang tak berujung.
Berisi sekumpulan manusia dari seluruh lipatan-lipatan waktu.
Bersama harap dan cemas masing-masing..

Terkadang, ingin diri menutup mata..

Terkadang, ingin diri tidak mendengarkan..
Tenggelam, dalam ketidaktahuan.
Namun..
Mau atau tidak, suka atau tidak,
Semua itu kan menjadi menu yang kita cicipi kelak.
Dan aku, disini tenggelam bersama ketakutan..
Nurani pun berharap,
Izinkan aku meneguk sejukMU
,,
[arya poetra]

11 komentar

  1. Merinding..
    Yah.. saat itu pasti akan tiba.. dan aku pun tenggelam bersama ketakutan.. -_-

    BalasHapus
  2. Selamat siang menjelang sore dari jakarta ini. Cuaca begitu terik sementara sahabat senja belum juga nampak di ujung cakrawala...

    Aku singgah ke blog ini, mereka-reka siapa gerangan sang pemilik kata dan penyebut kata arsitek bagi dunia dan pribadinya. ternyata, kali ini aku berkesempatan singgah dalam tulisan dan memaknai arti kata yang tertuang dalam satu tulisan pendeknya.

    Ketika tenggelam dan ketakutan menjadi kosakatan tentang kemurungan dan kepedihan, maka aku bisa merasakan lewat kisah ini. Apalagi ketika berujung pada penghambaan yang memohon kesejukan... ^__^

    Suatu kali nanti, pasti aku kan sempatkan waktu untuk kembali singgah. dan berharap kan temukan empati rasa yang lain, tak sekedar berharap namun menemukan jawaban doa yang lebih bijaksana dan jujur.

    Salam sore.

    BalasHapus
  3. semua akan menuju kesana, panasnya sekarang tak seberapa di bandingkan hari akhir nanti...

    BalasHapus
  4. Mau atau tidak, suka atau tidak,
    Semua itu kan menjadi menu yang kita cicipi kelak.
    Dan aku, disini tenggelam bersama ketakutan..

    hemm...

    bagus bacanya suka deh sama2 katanya...
    jago ih puisinya...

    BalasHapus
  5. Sejauh berlari, takkan ada tempat berteduh.
    Hanya hamparan ruang yang tak berujung.
    Berisi sekumpulan manusia dari seluruh lipatan-lipatan waktu.
    Bersama harap dan cemas masing-masing..
    dan...saat itu tiba, yup saat dimana pengadilan dari Sang HAkim digelar
    dan aku terdiam dalam ketakutan yang sangat...kemanakah hidup abadiku akan bermuara....

    ga sanggup memikirkannya, semoga saya bisa mempersiapkan semua bekal agar hidup abadi berakhir mulia..aamiin

    BalasHapus
  6. syairnya indah
    sayatidak berani membayangkan "saat nanti" itu
    samasama takut mungkin

    salam arsitek #eh

    BalasHapus
  7. salam daeng.
    maaf balas disni, shoutnya tidak tau kenapa susah dikomen, hehe.

    iyee dari makassar, hehe.
    satu kampung ternyata :D

    BalasHapus
  8. Semoga kelak kita berada dalam barisan orang2 yg beruntung ketika waktunya memang telah tiba. Menjadi orng2 yg terus berpayung rahmat saat mentari menyengat sejengkal di atas kepala dan pundak yg berpeluh. Amin.

    BalasHapus
  9. eh ada apa bang???akhir2 kok tiba2 senang berpuisi???

    BalasHapus
  10. aku harap ketika keadaannya sudah tidak bisa diubah, ketika matahari memang harus berada satu jengkal di atas ubun-ubun, semoga selalu ada tempat berteduh, berlindung, semoga kita masuk ke dalam pilihanNya :) aamiin

    BalasHapus