Tentang Keteladanan

07.22




Keteladanan itu dibangun atas ilmu.
Ya, karena Islam tidak menyukai sikap ikut-ikutan. Maka keteladanan membutuhkan ilmu agar dapat menyampaikan pembelajaran tentang kebaikan-kebaikan sesuai tuntunan Al-Qur'an. Dengan ilmu, keteladanan dapat menyentuh perasaan, mendidik jiwa, serta membangkitkan semangat. Dan sebaik-baik pemimpin dan keteladanannya adalah Rasulullah Muhammad, juga para sahabat beliau.

Keteladanan membutuhkan sebuah kesadaran.
Tersebutlah seorang ayah, yang tidak memiliki ilmu atas cara membaca Al Qur'an yang benar. Hafalan pun masih terbatas pada surah-surah pendek yang umum. Ia memiliki seorang anak yang telah menghafal 7 juz. Dan suatu ketika, di shalat berjamaah yang kesekian bersama ayahnya, sang anak pada akhirnya risih mendengar bacaan Qur'an sang ayah yang kurang tepat. Maka, apakah sang ayah masih bisa berharap memberikan teladan yang baik ketika wibawa beliau telah berkurang di mata anaknya?

Sang Ayah pun sadar akan kesalahannya. Ia belum melaksanakan sepenuhnya tanggung jawab dalam mendidik dan memberikan teladan yang baik.  Maka ia duduk berhadapan dengan sang anak. Mengutarakan kekurangan-kekurangan beliau selama ini dalam mendidik sang anak, serta memohon maaf untuk semuanya. Sang anak pun tergugah akan kemauan sang ayah untuk memohon maaf kepadanya. Padahal kebanyakan kita, usia dan perasaan akan senioritas menghalangi untuk melakukan sesuatu yang harus dilakukan ketika bersalah, yaitu meminta maaf. Bukankah dalam Islam, meminta maaf adalah sebuah kewajiban ketika bersalah? Tak peduli status sosial dan jabatan seseorang.

Keteladanan dipersiapkan lebih awal.
Marak terjadi tindakan kekerasan antara siswa-siswa kita. Emosi tersulut hanya karena permasalahan yang sepele. Pemerintah telah berulang kali mengubah kurikulum pendidikan di negeri ini, namun hasilnya masih jauh dari memuaskan. Kecerdasan hanya terlihat dari nilai dari selembar ijazah.

Hal ini dapat dicegah jika pihak-pihak yang terkait dalam dunia pendidikan di negeri kita memiliki kesadaran bahwa tenaga pengajar harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang. Sama halnya ketika seseorang memutuskan untuk menikah. Apakah menikah itu sebatas disebabkan karena jatuh cinta, memiliki anak, menyekolahkan mereka, menikahkan mereka, menggendong cucu, lalu duduk menunggu jemputan kereta? Rasanya akan lebih indah jika ia memiliki visi misi yang jauh menembus dimensi waktu. Visi dan misi yang berujung pada kehidupan akhirat. Bukankah ketika memutuskan untuk bertamasya, kita telah bersiap-siap sebelumnya? Memasak makanan untuk perbekalan, menyiapkan pakaian yang akan digunakan, dan lain-lain. Begitu pula dengan keteladanan.
 
Keteladanan tak lupa untuk memiliki adab.
Dan pada akhirnya, keteladanan itu sifatnya menular.

Maka, mari menularkan keteladanan yang baik, yaitu keteladanan Rasulullah Muhammad. Karena sikap, tutur kata, hingga ekspresi beliau adalah sebaik-baik terjemahan Al Qur'an.

@TerasIngatan,
sebuah kesimpulan dari 3 jam seminar bersama Ustadz Budi Ashari

1 komentar

  1. Ustadz Budi Ashari itu bukannya yg biasa tampil di Trans7 program Khalifah ya? Tidak asing dengan namanya.

    Keteladanan.Ya benar, dibangun di atas ilmu, membutuhkan sebuah kesadaran, dipersiapkan lebih awal, memiliki adab, dan pada akhirnya akan menular secara luas. Menggugah. Saya pikir tak mudah untuk menjadi sosok yg teladan bagi orang lain, karena hati ini memang mudah goyah akan kesombongan dan kecongkakan. Cukuplah kita tanamkan apa yg kita perbuat dan ucapkan tak lain manifestasi dari tuntunan yang kita pahami, dan niatnya karena Allah, karena kita meneladani Rasulullah. Terima kasih, @TerasIngatan atas ilmu yang telah dishare ini. Semngat terus menulis untuk kebaikan!

    BalasHapus