Terimakasih Hujan

00.28



Hujan tiba-tiba turun. Didengarkannya dengan seksama nyanyian itu. Riuh, dan saling bersahutan. Baginya, hujan itu meneduhkan. Baginya, hujan itu adalah saat dimana ia akan duduk di sudut-sudut kata. Akan dibiarkannya aroma hujan berdesakan masuk. Menggenangi hati, membasuh jiwa.. Ya, ia mencintai hujan.

Pertama berkenalan dengannya, adalah saat derap pasang-pasang kaki yang berlarian itu terhenti. Di bawah tempatnya berteduh, dengan seragam putih abu-abu yang sedikit basah, ia dan hujan bertemu tatap. Uluran tangan yang ramah pun saling menjabat. Waktu pun terisi dengan cerita-cerita yang tertumpah dari langit. Tentang ia yang sedang menapakkan langkah-langkah di jalan mimpi. Tentang tahun-tahun yang pernah terbuang di tepian harapan. Tentang air mata wanita pertamanya. Tentang semangat yang masih tetap terjaga dan hangat di sela-sela jemari. Tentang langit, sebuah ladang indah tempatnya ingin bermetamorfosa.

Lalu, dalam lapangan basket yang selalu menjadi tempat favoritnya. Dalam keluh yang larut dalam rasa, hujan datang tuk menghibur. Bahwa memang tak selalu tersaji kenyataan yang sesuai harapan. Bahwa hari itu adalah salah satu cara semesta tuk memperkenalkannya pada sebuah pembelajaran. Bahwa seperih apapun kisah yang pernah terjadi, ia adalah guru yang kan mengajarkannya untuk lebih dan lebih baik lagi.

Waktu berlalu.
Namun, masih tentang ia. Yang saat ini telah menjelma dewasa.

Waktu mengajarkan ia, tak ada yang lebih berarti dari senyum bahagia keluarga. Tak ada yang dapat menggantikan tawa dan duka yang dibagi bersama sahabat yang telah menjelma saudara. Ataupun membersamai lingkaran-lingkaran kebaikan yang kan memberikannya kebermanfaatan. 

Hujan mengajarkan ia tentang sunyi. Bahwa ia selalu punya waktu untuk pulang, pada diam di sepertiga malam. Sekadar merapikan mimpi-mimpi. Sekadar menggenapkan ikhtiar. Ya, pada malam, kekasih dari tiap kata-kata yang menjelma doa. 

Pada hujan ia berterimakasih. Karena telah membuatnya kaya. Dalam cara-cara yang sederhana. Kali ini, matanya memandang tak lagi pada cangkir-cangkir kehidupan yang terkadang mampu melumpuhkan dan menumpulkan jiwa. Tak lagi pada kata-kata yang melambungkan jiwa. Atau pada canda tawa yang terkadang berlebihan hingga mampu melukai perasaan. Matanya kali ini memandang pada jejak-jejak keagungan Pria Al-Amin nya. Jiwanya ingin mengecap lembut perangai kekasihNya. Tangannya ingin menggenggam lebih banyak lagi kebaikan. Kakinya ingin melangkah lebih jauh pada jalan-jalan yang dibangun atas  dasar cinta padaNya. Ya, ia telah jatuh pada keanggunan kesederhanaan. 

Semoga Allah senantiasa menjaganya dalam kebaikan.
Semoga Allah senantiasa memudahkan urusannya.
Semoga Allah senantiasa mengguyurnya dengan hujan-hujan keimanan.


Arya.
Tangerang, 09.05.2015

3 komentar

  1. Aamiin. Semoga yang terbaik ya Allah. Bang Arya mampu membuatku larut...

    BalasHapus
  2. Qefy: Apa kabar kamu? Masih belum sempat ke Bandung euy. Insya Allah. :)

    Ajiw: Haaiiii. Seduh teh segera. :D

    BalasHapus