Diawali oleh kebutuhan akan wadah untuk menampung aktivitas-aktivitas, tarikan garis-garis itu kemudian berusaha tuk mencipta ruang. Ruang yang bermakna tentu... Ruang yang memperkaya rasa, juga memori... Ruang yang kan menjaga kita dalam kualitas hidup yang indah..
Bukan ruang yang sempurna seperti gubahan Allah, Sang Arsitek Sempurna memang... Namun, ku berusaha mendekati sedikit, lewat pemahaman akan tujuan penciptaanNYA akan alam ini, dalam wujud lingkungan binaan. Dibingkai lewat rasa yang telah dibekalkanNYA, humanisme.. ^^
#moving forward for Redesign of Terminal Daya
Proses meruang dari sebuah Tugas Akhir..
Dilihat dari usianya, beliau sudah tak muda lagi memang. Usia yang sudah senja, bahkan sudah mendekati malam... Pak Suyatno telah berumur 58 tahun, yang kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang juga sudah tua dan sakit. Mereka telah bersama, melewati pahit manisnya hidup selama lebih dari 32 tahun..
Alhamdulillah, mereka dikaruniai 4 orang anak, dan dari sinilah awal cobaan yang datang menerpa kehidupan beliau. Setelah istrinya melahirkan anak yang ke empat, tiba-tiba saja cobaan itu datang menghampiri. Kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan, selama dua tahun. Memasuki tahun ke tiga, seluruh tubuhnya menjadi lemah. Lidahnya pun tak bisa digerakkan lagi. Setiap harinya, Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istri tercintanya itu ke atas tempat tidurnya. Sebelum berangkat kerja, ia mengangkat istrinya, dan membaringkannya di depan televisi, berharap istrinya bisa sedikit terhibur dan merasa tidak kesepian. Walaupun tak mampu berbicara, Pak Suyatno selalu melihat istrinya tersenyum.. Untunglah, tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya, sehingga ketika siang hari tiba, ia bisa pulang ke rumah untuk menyuapi istrinya makan siang. Begitu pula di sore hari, ia akan pulang tuk memandikan istrinya itu, mengganti pakaian, dan selepas magrib ia dengan ceria menemani istrinya menonton televisi, sembari menceritakan semua kisah yang dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tanpa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang, bahkan ia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur...
Dengan sabar ia merawat istrinya sambil membesarkan 4 anak-anaknya. Pada suatu hari, keempat anaknya berkumpul di rumah sambil menjenguk ibu mereka. Keempat anaknya itu sudah berkeluarga, dan dengan alasan itu pula lah Pak Suyatno memutuskan bahwa ia yang kan merawat ibu mereka. Ia tidak ingin merepotkan anak-anaknya.
Dengan kalimat yang hati-hati, anaknya yang sulung berkata:
"Ayah, kami ingin sekali merawat ibu. Semenjak kami kecil, tak pernah sekali pun keluhan keluar dari lisan ayah selama merawat ibu. Bahkan ayah tidak mengizinkan kami tuk menjaga ibu.. Sudah yang keempat kalinya kami mengizinkan ayah menikah lagi. Kami rasa, ibu pun akan mengizinkannya. Kapan ayah akan menikmati masa tua ayah jika harus terus berkorban seperti ini. Kami tidak tega melihatnya. Kami janji akan merawat ibu bergantian.."
Namun, Pak Suyatno memberikan jawaban:
"Anak-anakku, jika hidup ini hanyalah untuk nafsu semata, mungkin ayah akan menikah lagi. Namun ketahuilah, dengan adanya ibu kalian di sampingku, itu sudah lebih dari cukup. Ia telah melahirkan, membawa kalian kepadaku.. Kalian yang selalu ku rindukan, hadir di dunia ini dengan penuh cinta. Tak ada satu pun yang bisa menggantikan itu. Cobalah kalian bertanya kepada ibu, apakah ia menginginkan keadaan seperti ini? Kalian menginginkan ayah bahagia, itu sangat ayah hargai. Namun, apakah batin ayah bisa bahagia meninggalkan ibu kalian dengan keadaannya yang sekarang? Kalian mengizinkan ayah yang masih diberi karunia kesehatan oleh Allah ini dirawat oleh orang lain? Padahal kesehatan itu bisa ayah gunakan untuk merawat ibu kalian?"
Sejenak, meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno.. Pun ibu mereka, menitikkan butir-butir kecil airmata, menatap suami yang sangat dicintainya itu.. Dengan penuh rasa cinta yang dalam...
"Jika manusia mengagungkan sebuah cinta, namun ia tidak mencintai karena Allah, maka semuanya akan luntur. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup. Sewaktu saya sakit, dia pun dengan setia menjaga dan merawat saya. Dengan hati dan batinnya. Dan ia telah memberiku 4 orang anak yang lucu-lucu dan membanggakan... Sekarang, ia sakit, dan itu merupakan ujian bagi saya. Sehatnya beliau pun, belum tentu saya berpikir tuk mengganti penggantinya, apalagi ketika ia sedang sakit seperti saat ini. Setiap malam, saya bersujud dan menangis, bercerita kepada Allah. Saya yakin, hanya kepada Allah lah saya bisa mempercayakan semuanya.."
Menceritakan kembali dari web ini
Menceritakan kembali dari web ini
Ruang memoriku sesaat terkenang kisah yang sama dengan cerita di atas. Kisah seorang Pak Abu Bakar. Tetanggaku, yang juga guru mengajiku di saat kecil dahulu..
Cinta memang terlihat lemah.
Lemah karena menerima apa saja yang diberikan Tuhan kepada diri.
Namun, itu adalah perspektif dari logika yang kadang menyesatkan...
Cinta, atas dasar itulah Tuhan memberi kita masalah.
Karena memang begitulah cara IA mendidik dan ingin bermesraan dengan kita. Pengalaman-pengalaman sebelumnya memberiku pemahaman, memang masalah lah yang mampu menempa kita menjadi pribadi yang kuat. Dan jika masalah (baca : ilmu) itu datang menghampiri, apakah hal terbaik yang bisa kita lakukan selain menerimanya sembari tersenyum?
Tersenyum, kan membantu kita meringankan beban yang merupakan hasil olah logika..
Tersenyum, kan membuat kita memandang dan berkata: "Haha.. memang harus begini kan?"
Tersenyum, kan membantu kita tuk memandang masalah dari perspektif lain, itu adalah buah cintaNYA pada kita.
Merindu Allah di Jumat Tercinta..
Roda kehidupan terus berputar.
Menghadirkan pilihan-pilihan tuk menggenggam masa depan.
Menghadirkan permasalahan-permasalahan yang menguras sedikit ruang di bola logika.
Namun, terkadang ruang yang ada membingungkan.. menyesatkan.. mengurung kita dalam ketidakpastian.
Maka, segeralah temukan titik hentimu, namun dengan alasan yang mampu dipertanggungjawabkan.
Titik henti yang kan membantu kita keluar dari ketidakjelasan, ketidakpastian..
Karena seperti di awal, roda kehidupan terus berputar,
Kan meninggalkan kita yang sedang terpaku dalam lamunan...
Jika rasa sulit menghampiri,
Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan doa..